Friday, May 25, 2007

Reproduksi

Setiap remaja mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan akses dan informasi tentang kesehatan reproduksi berupa pendidikan seks. Pendidikan seks tidak ditujukan untuk mengajarkan mereka tentang hubungan seks, namun memberi pengetahuan tentang upaya yang perlu mereka tempuh untuk menjaga organ reproduksi mereka.

Demikian diungkapkan Kepala Program Kesehatan Reproduksi World Health Organization (WHO) Indonesia Laura Guarenti di Jakarta, kemarin.

"Sebagai seorang ginekolog, saya berpendapat bahwa kita tidak dapat mencegah remaja untuk tahu lebih banyak tentang informasi kesehatan reproduksi yang benar dan layak," kata Guarenti.

Pada kesempatan tersebut Guarenti juga mengakui akan adanya beberapa kesulitan dan hambatan dalam mensosialisasikan topik kesehatan reproduksi terhadap remaja Indonesia.

"Berbicara dan membawa topik mengenai kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia memang bukanlah permasalahan yang mudah karena pada beberapa bagian tampak seakan berhadapan langsung dengan budaya dan norma yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat," ujarnya.

Tetapi, Guarenti menambahkan, justru itu adalah tantangan tersendiri bagi semua pihak terkait agar mampu mengemas informasi kesehatan reproduksi sedemikian hingga sesuai dengan budaya Indonesia. Topik mengenai kesehatan reproduksi terkadang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat sehingga tidak jarang remaja memperoleh pemahaman yang salah mengenai hal tersebut.

Menurut Guarenti, merebaknya kasus HIV/AIDS di kalangan remaja di beberapa negara di Afrika salah satunya diakibatkan oleh kurangnya pemahaman remaja terhadap kesehatan reproduksi. "Yang perlu digarisbawahi adalah mengangkat topik tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja itu tidak sama dengan menyodorkan alat kontrasepsi ke remaja," katanya.

Sasaran sosialisasi program kesehatan reproduksi di kalangan remaja memang lebih pada menanamkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan reproduksi mengingat masih banyak keluarga atau orang tua yang tidak memberi cukup ruang bagi anak-anaknya untuk bertanya tentang kesehatan reproduksi.

"Agar remaja memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi dari sisi medis tentunya," kata Guarenti.

Pada jangka panjangnya, seorang remaja yang telah memiliki pengetahuan memadai tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya sehingga dapat hidup lebih sehat dan kala dia telah dewasa mampu mewariskan pengetahuan serupa pada anak-anaknya
Setiap remaja mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan akses dan informasi tentang kesehatan reproduksi berupa pendidikan seks. Pendidikan seks tidak ditujukan untuk mengajarkan mereka tentang hubungan seks, namun memberi pengetahuan tentang upaya yang perlu mereka tempuh untuk menjaga organ reproduksi mereka.

Demikian diungkapkan Kepala Program Kesehatan Reproduksi World Health Organization (WHO) Indonesia Laura Guarenti di Jakarta, kemarin.

"Sebagai seorang ginekolog, saya berpendapat bahwa kita tidak dapat mencegah remaja untuk tahu lebih banyak tentang informasi kesehatan reproduksi yang benar dan layak," kata Guarenti.

Pada kesempatan tersebut Guarenti juga mengakui akan adanya beberapa kesulitan dan hambatan dalam mensosialisasikan topik kesehatan reproduksi terhadap remaja Indonesia.

"Berbicara dan membawa topik mengenai kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia memang bukanlah permasalahan yang mudah karena pada beberapa bagian tampak seakan berhadapan langsung dengan budaya dan norma yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat," ujarnya.

Tetapi, Guarenti menambahkan, justru itu adalah tantangan tersendiri bagi semua pihak terkait agar mampu mengemas informasi kesehatan reproduksi sedemikian hingga sesuai dengan budaya Indonesia. Topik mengenai kesehatan reproduksi terkadang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat sehingga tidak jarang remaja memperoleh pemahaman yang salah mengenai hal tersebut.

Menurut Guarenti, merebaknya kasus HIV/AIDS di kalangan remaja di beberapa negara di Afrika salah satunya diakibatkan oleh kurangnya pemahaman remaja terhadap kesehatan reproduksi. "Yang perlu digarisbawahi adalah mengangkat topik tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja itu tidak sama dengan menyodorkan alat kontrasepsi ke remaja," katanya.

Sasaran sosialisasi program kesehatan reproduksi di kalangan remaja memang lebih pada menanamkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan reproduksi mengingat masih banyak keluarga atau orang tua yang tidak memberi cukup ruang bagi anak-anaknya untuk bertanya tentang kesehatan reproduksi.

"Agar remaja memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi dari sisi medis tentunya," kata Guarenti.

Pada jangka panjangnya, seorang remaja yang telah memiliki pengetahuan memadai tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya sehingga dapat hidup lebih sehat dan kala dia telah dewasa mampu mewariskan pengetahuan serupa pada anak-anaknya



Setiap remaja mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan akses dan informasi tentang kesehatan reproduksi berupa pendidikan seks. Pendidikan seks tidak ditujukan untuk mengajarkan mereka tentang hubungan seks, namun memberi pengetahuan tentang upaya yang perlu mereka tempuh untuk menjaga organ reproduksi mereka.

Demikian diungkapkan Kepala Program Kesehatan Reproduksi World Health Organization (WHO) Indonesia Laura Guarenti di Jakarta, kemarin.

"Sebagai seorang ginekolog, saya berpendapat bahwa kita tidak dapat mencegah remaja untuk tahu lebih banyak tentang informasi kesehatan reproduksi yang benar dan layak," kata Guarenti.

Pada kesempatan tersebut Guarenti juga mengakui akan adanya beberapa kesulitan dan hambatan dalam mensosialisasikan topik kesehatan reproduksi terhadap remaja Indonesia.

"Berbicara dan membawa topik mengenai kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia memang bukanlah permasalahan yang mudah karena pada beberapa bagian tampak seakan berhadapan langsung dengan budaya dan norma yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat," ujarnya.

Tetapi, Guarenti menambahkan, justru itu adalah tantangan tersendiri bagi semua pihak terkait agar mampu mengemas informasi kesehatan reproduksi sedemikian hingga sesuai dengan budaya Indonesia. Topik mengenai kesehatan reproduksi terkadang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat sehingga tidak jarang remaja memperoleh pemahaman yang salah mengenai hal tersebut.

Menurut Guarenti, merebaknya kasus HIV/AIDS di kalangan remaja di beberapa negara di Afrika salah satunya diakibatkan oleh kurangnya pemahaman remaja terhadap kesehatan reproduksi. "Yang perlu digarisbawahi adalah mengangkat topik tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja itu tidak sama dengan menyodorkan alat kontrasepsi ke remaja," katanya.

Sasaran sosialisasi program kesehatan reproduksi di kalangan remaja memang lebih pada menanamkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan reproduksi mengingat masih banyak keluarga atau orang tua yang tidak memberi cukup ruang bagi anak-anaknya untuk bertanya tentang kesehatan reproduksi.

"Agar remaja memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi dari sisi medis tentunya," kata Guarenti.

Pada jangka panjangnya, seorang remaja yang telah memiliki pengetahuan memadai tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya sehingga dapat hidup lebih sehat dan kala dia telah dewasa mampu mewariskan pengetahuan serupa pada anak-anaknya

1 comment:

Ayyub Wicaksono said...

mantab mbak
lanjutkan ya menulis blognya
semangat ....